I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sumatera
Utara merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera. Sumatera
Utara memiliki luas total sebesar Letak Geografis Provinsi Sumatera
Utara Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada
garis 1o– 4o Lintang Utara dan 98o– 100o
Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan provinsi Aceh, sebelah Timur
dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan
provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan
Samudera Hindia. Luas daratan provinsi Sumatra Utara adalah 71.680,68 Km2,
sebagian besar berada d daratan pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di
pulau Nias, pulau – pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian
Barat maupun di bagian Timur pantau pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah
menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah kabupaten
Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 Km2, atau sekitar 9,23% dari total
luas Sumatera utara, diikuti kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 Km2.
atau 8,74%, kemudian kabupaten Simalunggun dengan luas 4.386,60 Km2 atau
sekitar 6,12%. Sedangkan luas daerahterkecil adalah kota Sibolga gengan luas
10,77 Km2 atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara.
Kota Belawan merupakan bagian dari
Sumatera Utara. Sejarah Kota
Belawan sangat erat kaitannya dengan Pelabuhan Belawan itu sendiri. Daerah
pelabuhan Belawan merupakan daerah yang strategis untuk perdagangan dunia
pelabuhan Belawan berada di Selat Malaka dan berdekatan dengan Singapura yang
merupakan pusat perdangangan dunia sejak zaman penjajahan dulu. Kota Belawan
berkembang seiringan dengan perkembangan pelabuhan Belawan. Sejak zaman
Kesultanan Deli, Belawan telah memerankan peranan penting dalam pertumbuhan kotaMedan.
Pada awal kesultanan deli pusat kerajaan deli berada di daerah Belawan. Yang
mana pada saat itu pusat kerajaan di bangun berdekatan dengan sumber
perdagangan kerajaan deli sendiri. Segala komoditas perdagangan kerajaan deli
seperti tembakau dan rempah-rempah di jual di daerah Belawan, begitu juga
dengan komoditas yang masuk ke daerah kesultanan deli masuk melalui pelabuhan
Belawan.
Daerah Belawan dilewati oleh dua sungai besar yang bermuara ke Pelabuhan
Belawan. Dua sungai tersebut adalah Sungai Deli dan Sungai Belawan. Dua
sungai tersebut sempat membawa jaya Kota Belawan dengan pusat Kerajaan Delinya.
Tapi seiring perkembangan zaman dua sungai tersebut mengalami sedimentasi dan
pendangkalan. Hal tersebut menyebabkan efek yang sangat besar terhadap perkembangan
perdagangan di Belawan semakin merosot. Sehingga pada akhirnya
pusat kerajaan deli di pindahkan ke tempat yang sekarang kita kenal dengan
pusat kota Medan. Walaupun pusat kerajaan deli telah dipindahkan tetapi akses
dari pusat kerajaan ke pelabuhan masih merupakan hal yang utama. Dimana
dibangunnya jalan yang langsung menuju ke Belawan dari pusat kerajaan.
Saat ini
Belawan juga masih tergantung pada pelabuhan Belawan. Hampir semua masyarakatnya
mencari penghasilan di pelabuhan Belawan baik sebagai karyawan di usaha bongkar
muat Belawan, sebagai nelayan, sebagai operator peralatan untuk jasa bongkar
muat dan lain-lain. Sekarang ini masyarakat pribumi Belawan semakin terdesak
oleh pendatang yang bekerja di daerah pelabuhan Belawan.
Crustacea merupakan
kelas dari phyllum Arthropoda, yang mempunyai ciri umum bagian tubuh luar yang
dilindungi oleh karapaks yang tersusun dari calcarious dan kitin, tubuh
simetris bilateral (Suwignyo, 1989).
Dalam bahasa Latin, crusta
berarti cangkang. Sehingga Crustacea disebut juga hewan bercangkang.
Jenis crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting. Habitatnya sebagian
besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat.
Kondisi lingkungan tempat krustasea
hidup adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang
terdapat di Belawan hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang untuk
bersembunyi. Selain itu komunitas mangrove juga
merupakan sumber unsur hara bagi kehidupan hayati (biota perairan) laut, serta
sumber pakan bagi kehidupan biota darat seperti burung, mamalia dan jenis
reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya juga mampu menghasilkan jumlah oksigen
lebih besar dibanding dengan tetumbuhan darat. Peranan fungsi ekologis kawasan
mangrove yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi
kehidupan berbagai jenis biota perairan laut, wahana berbagai jenis satwa liar,
seperti unggas (burung), reptil dan mamalia terbang, serta merupakan sumber
pelestarian plasma nutfah (Gunarto, 2004).
Jenis
Crustacea yang
ditemukan adalah
kepiting dan
udang. Dari hasil pengamatan banyak terlihat jumlah kepiting yang hidup pada
area mangrove, serta ada juga udang yang ditemukan, sehingga jika dilihat dari
banyaknya kepiting yang ditemukan maka harusnya masyarakat bersama dengan
pemerintahan menjaga dan melindungi organisme yang ada agar terjaga
kelestariannya secara keberlanjutan.
Dari keterangan diatas dijadikan sasaran untuk
dilakukannya praktikum biologi krustasea yaitu sesuai antara potensi umum
tersebut dengan harapan seluruh mahasiswa dapat mengetahui tentang studi
mempelajari kondisi lingkungan dan jenis-jenis krustasea yang ada di suatu
perairan khususnya di Sicanang, Sumatera Utara.
1.2.
Tujuan
Praktikum
Tujuan
dilakukannya praktikum biologi Crustacea ini yaitu
untuk mengetahui jenis-jenis Crustacea, kondisi vegetasi dan subtrat Crustacea, jenis vegetasi yang ada dan bentuk habitat dari Crustacea, mengetagui pergerakan, tingkah laku dan cara Crustacea mendapatkan makanan serta mengetahui gambaran kondisi lingkungan yang terdapat di Perairan Sicanang Belawan Sumatera Utara.
1.3.
Manfaat
Praktikum
Manfaat dari
praktikum yang telah dilakukan yaitu praktikan dapat mengetahui secara langsung
jenis Crustacea ditempat tersebut dan
dapat mengetahui kondisi
Sicanang Belawan Sumatera Utara serta
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Mangrove
Mangrove menurut Ghufron (2012),
hutan mangrove sering disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau (mangrove
forest atau mangrove swamp forest) sebuah ekosistem yang terus-menerus
mengalami tekanan pembangunan.
Hutan
bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas
rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Anonymous, 2009). Mangrove
tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar,
biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang
terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1992).
Ekosistem
hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks
karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga
merupakan habitat
berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk
tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan
liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang
tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori
sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan
(Kusmana, 2008).
Menurut
Romimontarto (2001), tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi.
Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin
sedangkan Nypa fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa
hewan mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera.
Bersama mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang,
kepiting, udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.
2.2.
Krustasea
Crustacea merupakan kelas dari phyllum Arthropoda, yang
mempunyai ciri umum bagian tubuh luar yang dilindungi oleh karapaks yang
tersusun dari calcarious dan kitin, tubuh simetris bilateral (Suwignyo,
1989).
Crustacea adalah fillum Arthropoda yang sebagian
besar hidup di laut dan bernapas dengan insang. Tubuhnya terbagi dalam kepala (cephalo),
dada (thorax), dan perut (abdomen). Kepala dan dada bergabung
membentuk kepala-dada (chepalothorax). Kepalanya
biasanya terdiri dari lima ruas yang tergabung menjadi satu. Mereka mempunyai
dua pasang antena, sepasang mandibel (mandible) atau rahang dan dua
pasang maksila (maxilla). Beberapa diantaranya digunakan untuk berjalan.
Ruas abdomen biasanya sempit dan lebih mudah bergerak dari padakepala
dan dada. Ruas-ruas
tersebut mempunyai embelan yang ukurannya sering mengecil (Nontji, 1993).
Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan
adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh
mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernapas dengan insang atau seluruh
permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla
merupakan alat ekskresi. Kecuali jenis-jenis tertentu, crustacea
pada umumnya dioecious, pembuahan di dalam. Sebagian besar mengerami
telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva nauplius yang
berenang bebas sebagai plankton (Ghufron et al, 1997).
Ciri khas kepala crustacea dewasa ialah
adanya sepasang antena pertama, sepasang antena kedua, sepasang mandibel,
sepasang maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua. Mata majemuk
tidak dianggap sebagai apendik beruas-ruassejati. Pada cladócera maxilla kedua
menghilang, sedangkan pada Ostracoda maxilla kedua hilang sama sekali
(Ghufron et al, 1997).
Menurut Suwignyo (1989), pembagian lama Crustacea
dibagi menjadi:
1.
Entomostraca
Terdiri dari berbagai ordo yang
heterogen dan berbeda satu sama lain seperti perbedaan masing-masing ordo
terhadap malacostraka.
2.
Malacostraca
Golongan crustacea yang tubuhnya
terbagi dengan jelas menjadi kepala thorax dan abdomen. Hampir tiap ruas tubuh
mengandung sepasanga pendik. Berukuran lebih besar dari pada
entomostraca.
Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang hidup di laut,
air tawar, air payau, bahkan ada yang hidup di daerah ekstrem seperti daerah
danau garam. Jenis hewan ini merupakan hasil perikanan yang paling digemari
oleh masyarakat kalangan atas karena dagingnya yang khas, sehingga harganya
mahal (Suwignyo, 1989).
2.2.1.
Kepiting
Kepiting
merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan
laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap
perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan
payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam
ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan
kepiting bakau (Prianto, 2007).
Kepiting
bakau (Scylla spp.) adalah salah satu biota perairan yang bernilai
ekonomis penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan
mangrove. Struktur fisik vegetasi mangrove dengan akar-akar tunjangnya yang
saling membelit dan padat serta cabangnya yang memanjang ke bawah menjadikannya
sebagai habitat yang baik bagi kehidupan kepiting bakau. Hutan mangrove juga
dapat berfungsi sebagai daerah pembesaran (nursery ground), pemijahan (spawning
ground), dan mencari makanan (feeding ground) bagi kepiting bakau
terutama kepiting muda, karena ketersediaan makanan alami yang melimpah pada
ekosistem tersebut (Mulya,2002).
Ciri- ciri kepiting bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai
berikut: karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat
Sembilan buah duri-duri tajam, dan pada bagian depannya diantaranya tangkai
mata terdapat enam buah duri, sapit kanannya lebih besar dari sapit kiri dengan
warna kemerahan pada kedua ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan
satu kaki perenang yang terdapat pada ujung abdomen dengan bagian ujungnya
dilengkapi dengan alat pendayung.
a.
Habitat Kepiting
Menurut
Kasry (1996), kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau (Mangove Crab).
Kepiting mangrove atau kepiting lumpur (Mud Crab) ini dapat hidup pada
berbagai ekosistem. Sebagian besar siklus hidupnya berada diperairan pantai
meliputi muara atau estuarin, perairan bakau dan sebagian kecil di laut untuk
memijah. Jenis ini biasanya lebih menyukai tempat yang agak berlumpur dan
berlubang-lubang di daerah hutan mangrove.
Distribusi
kepiting menurut kedalaman hanya terbatas pada daerah litoral dengan kisaran
kedalaman 0 – 32 meter dan sebagian kecil hidup di laut dalam. Pada tingkat juvenile
kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, kerena lebih
suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut kepiting
lumpur (Moosa et al., 1985).
b.
Makanan dan
Kebiasaan Makan Kepiting
Kasry
(1996), menyatakan bahwa kepiting bakau termasuk golongan hewan yang aktif pada
malam hari (Nokturnal). Kepiting ini bergerak sepanjang malam untuk
mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini mampu bergerak mencapai 219 –
910 meter (Mossa et al 1985).
Dalam
mencari makan kepiting bakau lebih suka merangkak. Kepiting lebih menyukai
makanan alami berupa algae, bangkai hewan dan udang-udangan. Kepiting
dewasa dapat dikatakan pemakan segala (Omnivora) dan pemakan bangkai (Scavanger).
Sedangkan larva kepiting pada masa awal hanya memakan plankton. Kepiting
menggunakan capitnya yang besar untuk makan, yaitu menggunakan capit untuk
memasukan makanan ke alam mulutnya. Kepiting mempunyai kebiasaan unik dalam
mencari makan, bila di daerah kekuasaannya diganggu musuh, maka kepiting dapat
saja menyerang musuhnya dengan ganas (Soim, 1999 dalam Suryani, 2006).
2.2.2.
Udang
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang
terdapat di air laut dan air tawar. Kata Crustacea berasal
dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yangkeras. Ilmu yang
mempelajari tentang crustacea adalah karsinologi (Demarjati et al.,1990 ).
Jumlah udang di perairan seluruh dunia diperkirakan sebanyak 343 spesies
yang potensial secara
komersil. Dari jumlah itu 110 spesies termasuk didalam famili
Penaidae
(Fast dan Laster,
1992).Menurut Sterrer (1986), udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustaceae
Sub Kelas : Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Family
:
Palaemonoidae
Penaeidae
Genus
:
Macrobranchium, Caridina. Penaeus dan Metapenaeus
Udang merupakan jenis ikan konsumsi
air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan
seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya
udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya
sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah
sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya
termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya
sebagai kelompok udang palaemonid.Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae,
yang biasa disebut udang penaeid oleh para ahli (Menristek, 2003).
Udang laut menjalani dua fase kehidupan
yaitu fase di tengah laut dan fase di perairan muara. Fase di tengah laut
adalah fase dewasa, kawin, dan bertelur. Beberapa saat sebelum kawin, udang
betina terlebih dahulu berganti kulit. Setelah mengalami pergantian kulit
beberapa kali, kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai
mengambil makanan dari sekitarnya. Giliran selanjutnya, bentukzoea akan berubah
lagi menjadi mysis. Dari stadium mysis, larva bermetamorphosis
menjadi stadium post larva. Anakan udang yang bersifat planktonik ini kemudian
beruaya (migrasi) kepantai, cenderung keperairan muara sungai (Nontji, 1993).
a.
Morfologi Udang Secara Umum
Tubuh
udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagianbadan.
Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yangterdiri dari
13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagianbadan
dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasanganggota
badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapatekor
kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Rizal , 2009)
Ciri-ciri
morfologi udang menurut Fast dan Laster (1992), mempunyai tubuh yang bilateral
simetris terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kintin sebagai
eksoskleton. Tiga pasang maksilliped yang terdapat dibagian dada digunakan
untuk makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki
sepuluh (Decapoda). Tubuh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa tangga
tali. Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya
terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Bagian kepala tertutup
kerapak, bagian perut terdiri dari lima ruas yang masing-masing ruas mempunyai
pleopod dan ruas terakhir terdiri dari ruas perut, dan ruas telson serta uropod
(ekor kipas). Tubuh udang mempunyai rostrum, sepasang mata, sepasang antena,
sepasang antenula bagian dalam dan luar, tiga buah maksilipied, lima pasang
cholae (periopod), lima pasang pleopod, sepasang telson dan uropod.
b. Tingkah Laku Udang
Ø Sifat Nokturnal
Menurut Powers dan Bliss (1983), udang memiliki
mata yang besar danbersifat seperti lapisan pemantul cahaya, fakta yang
menguatkan dugaan bahwaudang bersifat nokturnal dimana udang lebih suka muncul
pada malam hari. Jikaterganggu udang dapat melompat sejauh 20-30 cm menghindar
dari gangguan.
Ø Tingkah Laku Makan
Udang termasuk golongan omnivora ataupun pemakan
segalanya. Beberapasumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon),
fitoplankton, copepoda,polichaeta, larva kerang dan lumut. Untuk mendeteksi
sumber pakan, udang berenangmenggunakan kaki jalan yang memiliki capit.Makanan
ditangkap dengan capit kaki jalan (periopod) dan masukkankebagian mulut. Bagian
makan yang kecil ditempatkan langsung disuatu tempatdidalam mulut sementara
bagian makanan yang besar dibawa kedalam mulut olehmaxilliped atau alat-alat
pembantu rahang (Fast dan Lester, 1992).
c.
Habitat
udang
Habitat udang
berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis
dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang
adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan
pasir. Udang penaeid menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung dan mencari
makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001).
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum
Biologi
Krustasea
ini telah dilaksanakan pada tanggal 12-16 Desember 2016, di Sicanang Belawan Provinsi Sumateta Utara.
3.2.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis dari Krustasea yang didapatkan. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
lembar quesioner, plastik, alat dokumentasi dan alat tulis serta alat pendukung
praktikum
lainnya.
3.3.
Metode Praktikum
Metode praktikum
yang digunakan adalah metode survei langsung yaitu melakukan pengamatan langsung dilokasi
mulai dari mengamati jenis-jenis Crustacea
yang ditemukan, mengamati pergerakan, tingkah laku, cara mencari makanan,
kondisi lingkungan, bentuk habitat dan vegetasi yang ada serta mengisi
quesioner dan memfoto jenis Crustacea
yang ditemukan dengan posisi ventral, posisi dorsal, tampak samping, chela dan
abdomen pada Crustacea.
3.4.
Prosedur Praktikum
Adapun prosedur dari praktikum ini yaitu praktikan langsung turun
kelokasi dan mengamati
jenis-jenis
Crustacea yang
ditemukan, mengamati bagaimana pergerakan, tingkah laku, cara mencari makanan,
kondisi lingkungan, bentuk habitat dan vegetasi yang ada dan memfoto jenis Crustacea yang ditemukan dengan posisi ventral, posisi dorsal,
tampak samping, chela dan abdomen pada Crustacea.
Setelah dilakukannya pengamatan maka praktikan mengisi quesioner yang telah
disiapkan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut:
Gambar 1. Kepiting
Gambar 2. Udang
Tabel
1. Kondisi Habitat Crustacea
di Sicanang, Belawan Sumatera Utara
No
|
Pengamatan
|
Keterangan
|
1.
|
Jumlah
jenis Crustacea
yang ada dihabitat
|
1. Kepiting
Spesies kepiting ada
4 yaitu kepiting capit bewarna merah, kepiting dengan capit bewarna ungu,
kepiting dengan capit bewarna putih dan kepiting dengan capit bewarna hitam
2. Udang (ada satu jenis)
|
2.
|
Kondisi
vegetasi habitat Crustacea
dan jenis vegetasi yang ada
|
Kondisi
habitat selalu tergenang/terendam oleh air. Habitatnya selalu ditumbuhi
tumbuhan berkayu.
Jenis
vegetasi yang ada adalah mangrove, pohon sawit, terdapat rawa-rawa beserta
semak belukar
|
3.
|
Kondisi
subtrat tempat Crustacea
tinggal (dilihat dari jenis sedimen, serasah dan genangan air)
|
Kondisi
subtrat berpasir (jenis sedimen berpasir putih), dilapisan lumpur (terdapat
serasah bahan organic dari kayu-kayu, pohon-pohon yang sudah mati), adanya
genagan air dengan jenis pasir dan lumpur hitam serta ada bebatuan.
|
4.
|
Bentuk liang tempat Crustacea
tinggal (gambar)
|
|
Tabel 2. Hasil Pengamatan
Morfologi dan Tingkah Laku Crustacea
No
|
Pengamatan
|
Keterangan
|
1.
|
Pergerakan Kaki yang digunakan untuk bergerak Arah pergerakan Crustacea
|
Kaki
yang digunakan untuk bergerak yaitu kaki jalan yang jumlahnya ada 6 (3 pasang).
Arah
pergerakan dari kepiting yaitu kesamping (kearah kanan dan kiri).
|
2.
|
Reaksi
Crustacea
ketika mendengarkan langkah kaki
Arah
lari dan tempat persembunyian krustasea
|
Reaksi
ketika kepiting mendengarkan langkah kaki mereka akan lari mendekati liang,
dan jika kita
langkahkan lagi semakin mendekat maka krustasea akan masuk keliang untuk
bersembunyi. Arah berlari (kesamping) Crustacea mendekati liang dan kemudian
bersembunyi diliang tersebut.
|
3.
|
Cara mendapatkan
makanan
Cara memakan makanan tersebut
|
Cara
mendapatkan makanan yaitu mereka akan keluar dari liang dan berkeliling disekitar liang tersebut untuk mencari
makan, setelah didapat maka diambil dengan menggunakan capit/chela.
Makanan
yang dimakannya adalah guguran daun-daun serasah mangrove, terutama mereka
cabik-cabik dengan menggunakan celiped sampai halus baru dimakan.
|
4.2.
Pembahasan
Sicanang Belawan Sumatera Utara memiliki sumberdaya ekosistem mangrove yang dapat
dijadikan sebagi tempat hidup bagi berbagi organisme akuatik. Kondisi
lingkungan tempat Crustacea hidup
adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang
terdapat hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang untuk
bersembunyi. Menurut Romimontarto (2001),
tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi. Beberapa jenis
seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan Nypa
fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa hewan
mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera. Bersama
mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang, kepiting,
udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.
Jenis Crustacea yang
didapatkan ada 2
jenis yaitu ada kepiting dan udang. Crustacea merupakan
organisme yang memiliki cangkang keras.
Menurut Ghufron et al. (1997). Crustacea mempunyai kulit (cangkang)
yang keras disebabkan adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau
sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernapas dengan
insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau
kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi kecuali
jenis-jenis tertentu, crustacea pada umumnya dioecious, pembuahan di dalam.
Sebagian besar mengerami telurnya. Tipe awal larva crustacea pada
dasarnya adalah larva nauplius yang berenang bebas sebagai plankton. Kepiting bakau (Scylla spp.)
adalah salah satu biota perairan yang bernilai ekonomis penting dan
kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan mangrove. Struktur fisik
vegetasi mangrove dengan akar-akar tunjangnya yang saling membelit dan padat
serta cabangnya yang memanjang ke bawah menjadikannya sebagai habitat yang baik
bagi kehidupan kepiting bakau. Hutan mangrove juga dapat berfungsi sebagai
daerah pembesaran (nursery ground), pemijahan (spawning ground),
dan mencari makanan (feeding ground) bagi kepiting bakau terutama
kepiting muda, karena ketersediaan makanan alami yang melimpah pada ekosistem
tersebut (Mulya, 2002).
Udang ditemukan diarea mangrove yang tergenang air. Pada umumnya habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan
persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya udang
bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang
disukai oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya
campuran lumpur dan pasir. Udang penaeid menjadikan mangrove sebagai tempat
berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara,
2001).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Sicanang, Belawan Sumatera Utara ini memiliki sumberdaya ekosistem mangrove yang dapat
dijadikan sebagai tempat hidup bagi berbagi organisme akuatik. Kondisi
lingkungan tempat Crustacea hidup
adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang
terdapat dipulau panjang hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang
untuk bersembunyi.
Jenis Crustacea yang
ditemukan di lokasi adalah kepiting dan
udang. Dari hasil pengamatan banyak terlihat jumlah kepiting yang hidup pada
area mangrove, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah ini memliki potensi sumberdaya yang bagus.
5.2.
Saran
Pelaksanaan
praktikum kedepannya hendaknya dilakukan dengan persiapan yang lebih matang
lagi dan sebisa mungkin pelaksanaan praktikum pada saat nelayan yang melakukan
penangkapan baru kembali dari berlayar sehingga bisa melakukan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2015
.http://rumbaru.blogspot.co.id/2014/10/identifikasi-tingka-laku-kelomang.html .Diakses
pada tanggal 16 desember 2015 pukul 20.00
WIB
Anonimous.
2009. Ekosistem Perairan Mangrove. http://www.shantybio. Transdigit.com.
Diakses pada tanggal 20 april 2009 pukul 13.00 WIB
Demarjati et al.1990.Morfologi
Invertebrata dan Vertebrata.Jakarta:Tira Pustaka
Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Sumatera Barat, 2006
Elovoora A.K, 2001. Shrimp Forming
Manual. Practical Tecnology Intensive
Commercial Shrimp Production. United States Of Amerika, 2001
Fast, A. W. dan Lester, L. J. 1992.
Pond Monitoring and Management Marine Shrime Culture Principle and Practis.Netherlands:
Elsevier Science Publisher Amsterdam
Ghufron, Muneaki, Basri. 1997. Potensi
Budidaya Udang. Bina Tjipta,
Jakarta
Ghufron.
2012. Ekosistem Mangrove; Potensi, fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove
Sebagai Pendukung Sumber Hayat i Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23
(1)
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting
Bakau dan Biologi Ringkas. Bhatara, Jakarta. 93p.
Kusmana, C. 2008, Manual or Mangrove Silviculture in Indonesia.
Collaboration Between Directorate General of Land Rehabilitation and Social
Forestry and Korea International Cooperation Agency (KOICA).
Menristek. (2003) Budidaya Udang
Windu. http://warintekbantul.com. (16 April 2012)
Mulya, M. B. 2002. Keanekaragaman
dan Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa
Karang Gading dan Langkat Timur. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Moosa, M.K, I. Aswandy dan A. Kasry.
1985. Kepiting Bakau, Scylla serrata (Forskal) dari Perairan Indonesia.
LON-LIPI, Jakarta 18p.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara.
Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut
Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Jakarta
Powers, L. W. dan Bliss, D. E. 1983.
Terestial Adaptations dalam The Biology Of rafi Crustaceae.Editet By Vernberg.
New York: Academic Press.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting
Sebagai Species Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding
Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum.
Banyuasin.
Rizal.2009.
Morfologi Udang.Malang:UM Press.
Romimohtarto.
2001. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan Tentang biota laut). Jakarta. Ikar Mandiri
Abadi.
Suwignyo,
Sugiarti. 1989. Avertebrata Air. Bogor.
LembagaSumberdayaInformasi. IPB
Soim,
A. 1999. Perbesaran Kepiting. Penerbit Swadane.
Jakarta.
Sterrer, W. 1986. Marine Fauna and
Flora of Bermuda. Awiley-Intearscience Publication. John Wiley & Sons Inc.
New York.
Suryani, M., 2006. Ekologi Kepiting
Bakau (Scylla serrata Forskal) dalam Ekosistem Mangrove di Pulau Enggano
Provinsi Bengkulu.Tesis Program Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Pantai.Universitas
Diponegoro Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kondisi Lingkungan dan Habitat Crustacea Sicanang
Mangrove
sebagai habitat Crustacea,
adanya subtrat lumpur berpasir
Liang-liang
tempat kepiting hidup dan adanya patahan-patahan kayu dihabitat crustasea
(kepiting bakau) tersebut
Adanya
genangan air dan akar nafas dari mangrove serta liang sebagai tempat
bersembunyi krustasea dari predator
Liang-liang
tempat krustasea tinggal
Lampiran 2. Jenis-jenis Crustacea yang
ditemukan di Sicanang
Jenis
kepiting yang ditemukan
Jenis
Udang yang ditemukan
Online Casinos | Real money Baccarat - FBCASINO
BalasHapusOnline casino offers a high standard 바카라 of 바카라 casino gaming to those in New Jersey, Virginia, 메리트카지노 and Illinois. The casino features live dealer games