Selasa, 28 Maret 2017

laporan praktikum Crustaceae



I.                   PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera. Sumatera Utara memiliki luas total sebesar Letak Geografis Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1o– 4o Lintang Utara dan 98o– 100o Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan provinsi Aceh, sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan provinsi Sumatra Utara adalah 71.680,68 Km2, sebagian besar berada d daratan pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau Nias, pulau – pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun di bagian Timur pantau pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 Km2, atau sekitar 9,23% dari total luas Sumatera utara, diikuti kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 Km2. atau 8,74%, kemudian kabupaten Simalunggun dengan luas 4.386,60 Km2 atau sekitar 6,12%. Sedangkan luas daerahterkecil adalah kota Sibolga gengan luas 10,77 Km2 atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara.
Kota Belawan merupakan bagian dari Sumatera Utara. Sejarah Kota Belawan sangat erat kaitannya dengan Pelabuhan Belawan itu sendiri. Daerah pelabuhan Belawan merupakan daerah yang strategis untuk perdagangan dunia pelabuhan Belawan berada di Selat Malaka dan berdekatan dengan Singapura yang merupakan pusat perdangangan dunia sejak zaman penjajahan dulu. Kota Belawan berkembang seiringan dengan perkembangan pelabuhan Belawan. Sejak zaman Kesultanan Deli, Belawan telah memerankan peranan penting dalam pertumbuhan kotaMedan. Pada awal kesultanan deli pusat kerajaan deli berada di daerah Belawan. Yang mana pada saat itu pusat kerajaan di bangun berdekatan dengan sumber perdagangan kerajaan deli sendiri. Segala komoditas perdagangan kerajaan deli seperti tembakau dan rempah-rempah di jual di daerah Belawan, begitu juga dengan komoditas yang masuk ke daerah kesultanan deli masuk melalui pelabuhan Belawan.
Daerah Belawan dilewati oleh dua sungai besar yang bermuara ke Pelabuhan Belawan. Dua sungai tersebut adalah Sungai Deli dan Sungai Belawan.  Dua sungai tersebut sempat membawa jaya Kota Belawan dengan pusat Kerajaan Delinya. Tapi seiring perkembangan zaman dua sungai tersebut mengalami sedimentasi dan pendangkalan. Hal  tersebut menyebabkan efek yang sangat besar terhadap perkembangan perdagangan di  Belawan  semakin merosot. Sehingga pada akhirnya pusat kerajaan deli di pindahkan ke tempat yang sekarang kita kenal dengan pusat kota Medan. Walaupun pusat kerajaan deli telah dipindahkan tetapi akses dari pusat kerajaan ke pelabuhan  masih merupakan hal yang utama. Dimana dibangunnya jalan yang langsung menuju ke Belawan dari pusat kerajaan.
Saat ini Belawan juga masih tergantung pada pelabuhan Belawan. Hampir semua masyarakatnya mencari penghasilan di pelabuhan Belawan baik sebagai karyawan di usaha bongkar muat Belawan, sebagai nelayan, sebagai operator peralatan untuk jasa bongkar muat dan lain-lain. Sekarang ini masyarakat pribumi Belawan semakin terdesak oleh pendatang yang bekerja di daerah pelabuhan Belawan.
Crustacea merupakan kelas dari phyllum Arthropoda, yang mempunyai ciri umum bagian tubuh luar yang dilindungi oleh karapaks yang tersusun dari calcarious dan kitin, tubuh simetris bilateral (Suwignyo, 1989). Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang. Sehingga Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Jenis crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting. Habitatnya sebagian besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat.
Kondisi lingkungan tempat krustasea hidup adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang terdapat di Belawan hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang untuk bersembunyi. Selain itu komunitas mangrove juga merupakan sumber unsur hara bagi kehidupan hayati (biota perairan) laut, serta sumber pakan bagi kehidupan biota darat seperti burung, mamalia dan jenis reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya juga mampu menghasilkan jumlah oksigen lebih besar dibanding dengan tetumbuhan darat. Peranan fungsi ekologis kawasan mangrove yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi kehidupan berbagai jenis biota perairan laut, wahana berbagai jenis satwa liar, seperti unggas (burung), reptil dan mamalia terbang, serta merupakan sumber pelestarian plasma nutfah (Gunarto, 2004).
Jenis Crustacea yang ditemukan adalah kepiting dan udang. Dari hasil pengamatan banyak terlihat jumlah kepiting yang hidup pada area mangrove, serta ada juga udang yang ditemukan, sehingga jika dilihat dari banyaknya kepiting yang ditemukan maka harusnya masyarakat bersama dengan pemerintahan menjaga dan melindungi organisme yang ada agar terjaga kelestariannya secara keberlanjutan.
Dari keterangan diatas dijadikan sasaran untuk dilakukannya praktikum biologi krustasea yaitu sesuai antara potensi umum tersebut dengan harapan seluruh mahasiswa dapat mengetahui tentang  studi mempelajari kondisi lingkungan dan jenis-jenis krustasea yang ada di suatu perairan khususnya di Sicanang, Sumatera Utara
1.2.            Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum biologi Crustacea ini yaitu untuk mengetahui jenis-jenis Crustacea, kondisi vegetasi dan subtrat Crustacea, jenis vegetasi yang ada dan bentuk habitat dari Crustacea, mengetagui pergerakan, tingkah laku dan cara Crustacea mendapatkan makanan serta mengetahui gambaran kondisi lingkungan yang terdapat di Perairan Sicanang Belawan Sumatera Utara.
1.3.            Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum yang telah dilakukan yaitu praktikan dapat mengetahui secara langsung jenis Crustacea ditempat tersebut dan dapat mengetahui kondisi Sicanang Belawan Sumatera Utara serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.





II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1.            Mangrove
Mangrove menurut Ghufron (2012), hutan mangrove sering disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau (mangrove forest atau mangrove swamp forest) sebuah ekosistem yang terus-menerus mengalami tekanan pembangunan.
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu (Anonymous, 2009). Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1992).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan  habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 2008).
Menurut Romimontarto (2001), tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi. Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan Nypa fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa hewan mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera. Bersama mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang, kepiting, udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.

2.2.            Krustasea
Crustacea merupakan kelas dari phyllum Arthropoda, yang mempunyai ciri umum bagian tubuh luar yang dilindungi oleh karapaks yang tersusun dari calcarious dan kitin, tubuh simetris bilateral (Suwignyo, 1989).
Crustacea adalah fillum Arthropoda yang sebagian besar hidup di laut dan bernapas dengan insang. Tubuhnya terbagi dalam kepala (cephalo), dada (thorax), dan perut (abdomen). Kepala dan dada bergabung membentuk kepala-dada (chepalothorax). Kepalanya biasanya terdiri dari lima ruas yang tergabung menjadi satu. Mereka mempunyai dua pasang antena, sepasang mandibel (mandible) atau rahang dan dua pasang maksila (maxilla). Beberapa diantaranya digunakan untuk berjalan. Ruas abdomen biasanya sempit dan lebih mudah bergerak dari padakepala dan dada. Ruas-ruas tersebut mempunyai embelan yang ukurannya sering mengecil  (Nontji, 1993).
Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernapas dengan insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi. Kecuali jenis-jenis tertentu, crustacea pada umumnya dioecious, pembuahan di dalam. Sebagian besar mengerami  telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva nauplius yang berenang bebas sebagai plankton (Ghufron et al, 1997).
Ciri khas kepala crustacea dewasa ialah adanya sepasang antena pertama, sepasang antena kedua, sepasang mandibel, sepasang maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua. Mata majemuk tidak dianggap sebagai apendik beruas-ruassejati. Pada cladócera maxilla kedua menghilang, sedangkan pada Ostracoda maxilla kedua hilang sama sekali (Ghufron et al, 1997).
Menurut Suwignyo (1989),  pembagian lama Crustacea dibagi menjadi:
1.         Entomostraca
Terdiri dari berbagai ordo yang heterogen dan berbeda satu sama lain seperti perbedaan masing-masing ordo terhadap malacostraka.
2.         Malacostraca
Golongan crustacea yang tubuhnya terbagi dengan jelas menjadi kepala thorax dan abdomen. Hampir tiap ruas tubuh mengandung sepasanga pendik. Berukuran lebih besar dari  pada entomostraca.
Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang hidup di laut, air tawar, air payau, bahkan ada yang hidup di daerah ekstrem seperti daerah danau garam. Jenis hewan ini merupakan hasil perikanan yang paling digemari oleh masyarakat kalangan atas karena dagingnya yang khas, sehingga harganya mahal (Suwignyo, 1989).

2.2.1.                  Kepiting
Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting bakau (Prianto, 2007).
Kepiting bakau (Scylla spp.) adalah salah satu biota perairan yang bernilai ekonomis penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan mangrove. Struktur fisik vegetasi mangrove dengan akar-akar tunjangnya yang saling membelit dan padat serta cabangnya yang memanjang ke bawah menjadikannya sebagai habitat yang baik bagi kehidupan kepiting bakau. Hutan mangrove juga dapat berfungsi sebagai daerah pembesaran (nursery ground), pemijahan (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) bagi kepiting bakau terutama kepiting muda, karena ketersediaan makanan alami yang melimpah pada ekosistem tersebut (Mulya,2002).
 Ciri- ciri kepiting bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai berikut: karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat Sembilan buah duri-duri tajam, dan pada bagian depannya diantaranya tangkai mata terdapat enam buah duri, sapit kanannya lebih besar dari sapit kiri dengan warna kemerahan pada kedua ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan satu kaki perenang yang terdapat pada ujung abdomen dengan bagian ujungnya dilengkapi dengan alat pendayung.
a.                  Habitat Kepiting
Menurut Kasry (1996), kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau (Mangove Crab). Kepiting mangrove atau kepiting lumpur (Mud Crab) ini dapat hidup pada berbagai ekosistem. Sebagian besar siklus hidupnya berada diperairan pantai meliputi muara atau estuarin, perairan bakau dan sebagian kecil di laut untuk memijah. Jenis ini biasanya lebih menyukai tempat yang agak berlumpur dan berlubang-lubang di daerah hutan mangrove.
Distribusi kepiting menurut kedalaman hanya terbatas pada daerah litoral dengan kisaran kedalaman 0 – 32 meter dan sebagian kecil hidup di laut dalam. Pada tingkat juvenile kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, kerena lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut kepiting lumpur (Moosa et al., 1985).
b.                  Makanan dan Kebiasaan Makan Kepiting
Kasry (1996), menyatakan bahwa kepiting bakau termasuk golongan hewan yang aktif pada malam hari (Nokturnal). Kepiting ini bergerak sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini mampu bergerak mencapai 219 – 910 meter (Mossa et al 1985).
Dalam mencari makan kepiting bakau lebih suka merangkak. Kepiting lebih menyukai makanan alami berupa algae, bangkai hewan dan udang-udangan. Kepiting dewasa dapat dikatakan pemakan segala (Omnivora) dan pemakan bangkai (Scavanger). Sedangkan larva kepiting pada masa awal hanya memakan plankton. Kepiting menggunakan capitnya yang besar untuk makan, yaitu menggunakan capit untuk memasukan makanan ke alam mulutnya. Kepiting mempunyai kebiasaan unik dalam mencari makan, bila di daerah kekuasaannya diganggu musuh, maka kepiting dapat saja menyerang musuhnya dengan ganas (Soim, 1999 dalam Suryani, 2006).
2.2.2.                  Udang
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata Crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yangkeras. Ilmu yang mempelajari tentang crustacea adalah karsinologi (Demarjati et al.,1990 ). Jumlah udang di perairan seluruh dunia diperkirakan sebanyak 343 spesies yang potensial secara komersil. Dari jumlah itu 110 spesies termasuk didalam famili Penaidae (Fast dan Laster, 1992).Menurut Sterrer (1986), udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Crustaceae
Sub Kelas        : Malacostraca
Ordo                : Decapoda
Family             : Palaemonoidae
    Penaeidae
Genus              : Macrobranchium, Caridina. Penaeus dan Metapenaeus
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid.Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang biasa disebut udang penaeid oleh para ahli (Menristek, 2003).
Udang laut menjalani dua fase kehidupan yaitu fase di tengah laut dan fase di perairan muara. Fase di tengah laut adalah fase dewasa, kawin, dan bertelur. Beberapa saat sebelum kawin, udang betina terlebih dahulu berganti kulit. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya. Giliran selanjutnya, bentukzoea akan berubah lagi menjadi mysis. Dari stadium mysis, larva bermetamorphosis menjadi stadium post larva. Anakan udang yang bersifat planktonik ini kemudian beruaya (migrasi) kepantai, cenderung keperairan muara sungai (Nontji, 1993).
a.                               Morfologi Udang Secara Umum
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagianbadan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yangterdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagianbadan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasanganggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapatekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Rizal , 2009)
Ciri-ciri morfologi udang menurut Fast dan Laster (1992), mempunyai tubuh yang bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kintin sebagai eksoskleton. Tiga pasang maksilliped yang terdapat dibagian dada digunakan untuk makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki sepuluh (Decapoda). Tubuh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa tangga tali. Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Bagian kepala tertutup kerapak, bagian perut terdiri dari lima ruas yang masing-masing ruas mempunyai pleopod dan ruas terakhir terdiri dari ruas perut, dan ruas telson serta uropod (ekor kipas). Tubuh udang mempunyai rostrum, sepasang mata, sepasang antena, sepasang antenula bagian dalam dan luar, tiga buah maksilipied, lima pasang cholae (periopod), lima pasang pleopod, sepasang telson dan uropod.
b. Tingkah Laku Udang
Ø  Sifat Nokturnal
Menurut Powers dan Bliss (1983), udang memiliki mata yang besar danbersifat seperti lapisan pemantul cahaya, fakta yang menguatkan dugaan bahwaudang bersifat nokturnal dimana udang lebih suka muncul pada malam hari. Jikaterganggu udang dapat melompat sejauh 20-30 cm menghindar dari gangguan.
Ø  Tingkah Laku Makan
Udang termasuk golongan omnivora ataupun pemakan segalanya. Beberapasumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda,polichaeta, larva kerang dan lumut. Untuk mendeteksi sumber pakan, udang berenangmenggunakan kaki jalan yang memiliki capit.Makanan ditangkap dengan capit kaki jalan (periopod) dan masukkankebagian mulut. Bagian makan yang kecil ditempatkan langsung disuatu tempatdidalam mulut sementara bagian makanan yang besar dibawa kedalam mulut olehmaxilliped atau alat-alat pembantu rahang (Fast dan Lester, 1992).
c.                   Habitat udang
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Udang penaeid menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001).

III.             METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.            Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi Krustasea ini telah dilaksanakan pada tanggal 12-16 Desember 2016, di Sicanang Belawan Provinsi Sumateta Utara.
3.2.            Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis dari Krustasea yang didapatkan. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah lembar quesioner, plastik, alat dokumentasi dan alat tulis serta alat pendukung praktikum lainnya.
3.3.            Metode Praktikum
Metode praktikum yang digunakan adalah metode survei langsung yaitu melakukan pengamatan langsung dilokasi mulai dari mengamati jenis-jenis Crustacea yang ditemukan, mengamati pergerakan, tingkah laku, cara mencari makanan, kondisi lingkungan, bentuk habitat dan vegetasi yang ada serta mengisi quesioner dan memfoto jenis Crustacea yang ditemukan dengan posisi ventral, posisi dorsal, tampak samping, chela dan abdomen pada Crustacea.
3.4.            Prosedur Praktikum
Adapun prosedur dari praktikum ini yaitu praktikan langsung turun kelokasi dan mengamati jenis-jenis Crustacea yang ditemukan, mengamati bagaimana pergerakan, tingkah laku, cara mencari makanan, kondisi lingkungan, bentuk habitat dan vegetasi yang ada dan memfoto jenis Crustacea yang ditemukan dengan posisi ventral, posisi dorsal, tampak samping, chela dan abdomen pada Crustacea. Setelah dilakukannya pengamatan maka praktikan mengisi quesioner yang telah disiapkan.
IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.            Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut:


 









Gambar 1. Kepiting




 









Gambar 2. Udang

Tabel 1. Kondisi Habitat Crustacea di Sicanang, Belawan Sumatera Utara

No
Pengamatan
Keterangan
1.
Jumlah jenis Crustacea yang ada dihabitat
1.   Kepiting
Spesies kepiting ada 4 yaitu kepiting capit bewarna merah, kepiting dengan capit bewarna ungu, kepiting dengan capit bewarna putih dan kepiting dengan capit bewarna hitam
2.   Udang (ada satu jenis)
2.
Kondisi vegetasi habitat Crustacea dan jenis vegetasi yang ada
Kondisi habitat selalu tergenang/terendam oleh air. Habitatnya selalu ditumbuhi tumbuhan berkayu.
Jenis vegetasi yang ada adalah mangrove, pohon sawit, terdapat rawa-rawa beserta semak belukar
3.
Kondisi subtrat  tempat Crustacea tinggal (dilihat dari jenis sedimen, serasah dan genangan air)
Kondisi subtrat berpasir (jenis sedimen berpasir putih), dilapisan lumpur (terdapat serasah bahan organic dari kayu-kayu, pohon-pohon yang sudah mati), adanya genagan air dengan jenis pasir dan lumpur hitam serta ada bebatuan.
4.
Bentuk liang tempat Crustacea tinggal (gambar)




Tabel 2. Hasil Pengamatan Morfologi dan Tingkah Laku Crustacea
No
Pengamatan
Keterangan
1.
Pergerakan Kaki yang digunakan untuk bergerak Arah pergerakan Crustacea
Kaki yang digunakan untuk bergerak yaitu kaki jalan  yang jumlahnya ada 6 (3 pasang).
Arah pergerakan dari kepiting yaitu kesamping (kearah kanan dan kiri).
2.
Reaksi Crustacea ketika mendengarkan langkah kaki
Arah lari dan tempat persembunyian krustasea
Reaksi ketika kepiting mendengarkan langkah kaki mereka akan lari mendekati liang, dan jika kita langkahkan lagi semakin mendekat maka krustasea akan masuk keliang untuk bersembunyi. Arah berlari (kesamping) Crustacea mendekati liang dan kemudian bersembunyi diliang tersebut.
3.
Cara mendapatkan makanan
Cara memakan makanan tersebut
Cara mendapatkan makanan yaitu mereka akan keluar dari liang dan berkeliling disekitar liang tersebut untuk mencari makan, setelah didapat maka diambil dengan menggunakan capit/chela.
Makanan yang dimakannya adalah guguran daun-daun serasah mangrove, terutama mereka cabik-cabik dengan menggunakan celiped sampai halus baru dimakan.




4.2.            Pembahasan
Sicanang Belawan Sumatera Utara memiliki sumberdaya ekosistem mangrove yang dapat dijadikan sebagi tempat hidup bagi berbagi organisme akuatik. Kondisi lingkungan tempat Crustacea hidup adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang terdapat hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang untuk bersembunyi. Menurut Romimontarto (2001), tumbuh-tumbuhan mangrove yang khas kebanyakan beradaptasi. Beberapa jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan Nypa fructicans terdapat pada habitat yang berair lebih tawar. Beberapa hewan mangrove beradaptasi hidup melekat pada akar Rizophora dan Bruguiera. Bersama mereka biasanya terdapat masyarakat kecil terdiri dari keong, kerang, kepiting, udang, teritip, isopoda, amphipoda, cacing, sepon dan ikan.
Jenis Crustacea yang didapatkan ada 2 jenis yaitu ada kepiting dan udang. Crustacea merupakan organisme yang memiliki cangkang keras.  Menurut Ghufron et al. (1997). Crustacea mempunyai kulit (cangkang) yang keras disebabkan adanya endapan kalsium karbonat pada kutikula. Semua atau sebagian ruas tubuh mengandung apendik yang aslinya biramus. Bernapas dengan insang atau seluruh permukaan tubuh. Kelenjar antena (kelenjar hijau) atau kelenjar maxilla merupakan alat ekskresi kecuali jenis-jenis tertentu, crustacea pada umumnya dioecious, pembuahan di dalam. Sebagian besar mengerami  telurnya. Tipe awal larva crustacea pada dasarnya adalah larva nauplius yang berenang bebas sebagai plankton. Kepiting bakau (Scylla spp.) adalah salah satu biota perairan yang bernilai ekonomis penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan mangrove. Struktur fisik vegetasi mangrove dengan akar-akar tunjangnya yang saling membelit dan padat serta cabangnya yang memanjang ke bawah menjadikannya sebagai habitat yang baik bagi kehidupan kepiting bakau. Hutan mangrove juga dapat berfungsi sebagai daerah pembesaran (nursery ground), pemijahan (spawning ground), dan mencari makanan (feeding ground) bagi kepiting bakau terutama kepiting muda, karena ketersediaan makanan alami yang melimpah pada ekosistem tersebut (Mulya, 2002).
Udang ditemukan diarea mangrove yang tergenang air. Pada umumnya habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Udang penaeid menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001).




V.                KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.            Kesimpulan
Sicanang, Belawan Sumatera Utara ini memiliki sumberdaya ekosistem mangrove yang dapat dijadikan sebagai tempat hidup bagi berbagi organisme akuatik. Kondisi lingkungan tempat Crustacea hidup adalah terdapatnya patahan kayu dan genangan air disekitar habitat. Crustacea yang terdapat dipulau panjang hidup diarea mangrove dengan cara membuat liang-liang untuk bersembunyi.
Jenis Crustacea yang ditemukan di lokasi adalah kepiting dan udang. Dari hasil pengamatan banyak terlihat jumlah kepiting yang hidup pada area mangrove, sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah ini memliki potensi sumberdaya yang bagus.

5.2.            Saran
            Pelaksanaan praktikum kedepannya hendaknya dilakukan dengan persiapan yang lebih matang lagi dan sebisa mungkin pelaksanaan praktikum pada saat nelayan yang melakukan penangkapan baru kembali dari berlayar sehingga bisa melakukan wawancara.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015 .http://rumbaru.blogspot.co.id/2014/10/identifikasi-tingka-laku-kelomang.html .Diakses pada tanggal 16 desember 2015 pukul 20.00 WIB

Anonimous. 2009. Ekosistem Perairan Mangrove. http://www.shantybio. Transdigit.com. Diakses pada tanggal 20 april 2009 pukul 13.00 WIB

Demarjati et al.1990.Morfologi Invertebrata dan Vertebrata.Jakarta:Tira Pustaka

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat, 2006

Elovoora A.K, 2001. Shrimp Forming Manual. Practical Tecnology Intensive Commercial Shrimp Production. United States Of Amerika, 2001

Fast, A. W. dan Lester, L. J. 1992. Pond Monitoring and Management Marine Shrime Culture Principle and Practis.Netherlands: Elsevier Science Publisher Amsterdam

Ghufron, Muneaki, Basri. 1997. Potensi Budidaya Udang. Bina Tjipta, Jakarta

Ghufron. 2012. Ekosistem Mangrove; Potensi, fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayat i Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1)

Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bhatara, Jakarta. 93p.

Kusmana, C. 2008, Manual or Mangrove Silviculture in Indonesia. Collaboration Between Directorate General of Land Rehabilitation and Social Forestry and Korea International Cooperation Agency (KOICA).

Menristek. (2003) Budidaya Udang Windu. http://warintekbantul.com. (16 April 2012)

Mulya, M. B. 2002. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Moosa, M.K, I. Aswandy dan A. Kasry. 1985. Kepiting Bakau, Scylla serrata (Forskal) dari Perairan Indonesia. LON-LIPI, Jakarta 18p.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.  PT. Gramedia Jakarta

Powers, L. W. dan Bliss, D. E. 1983. Terestial Adaptations dalam The Biology Of rafi Crustaceae.Editet By Vernberg. New York: Academic Press.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Species Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.

Rizal.2009. Morfologi Udang.Malang:UM Press.

Romimohtarto. 2001. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan Tentang biota laut). Jakarta. Ikar Mandiri Abadi.

         Suwignyo, Sugiarti. 1989. Avertebrata Air. Bogor. LembagaSumberdayaInformasi. IPB

Soim, A. 1999. Perbesaran Kepiting. Penerbit Swadane. Jakarta.

Sterrer, W. 1986. Marine Fauna and Flora of Bermuda. Awiley-Intearscience Publication. John Wiley & Sons Inc. New York.

Suryani, M., 2006. Ekologi Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) dalam Ekosistem Mangrove di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu.Tesis Program Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Pantai.Universitas Diponegoro Semarang.









 























LAMPIRAN












Lampiran 1. Kondisi Lingkungan dan Habitat Crustacea Sicanang
    
Mangrove sebagai habitat Crustacea, adanya subtrat lumpur berpasir
    
Liang-liang tempat kepiting hidup dan adanya patahan-patahan kayu dihabitat crustasea (kepiting bakau) tersebut
    
Adanya genangan air dan akar nafas dari mangrove serta liang sebagai tempat bersembunyi krustasea dari predator
   
Liang-liang tempat krustasea tinggal  
Lampiran 2. Jenis-jenis Crustacea yang ditemukan di Sicanang
    
Jenis kepiting yang ditemukan
          
Jenis Udang yang ditemukan